Jangan Mulai Dari Nol

Pernikahan adalah sebuah proyek besar kehidupan. Bukan hanya sekedar memberlangsungkan keturunan atau menjaga diri dari kemaksiatan apalagi sekedar ikut ikutan, tapi dibaliknya terdapat Amanah besar yang akan menanti dua sejoli pasangan itu.

Itulah mengapa sang pemilik agama jauh lebih diutamakan. Selain agar memperkecil peluang gesekan hingga perpiring terbangan, tapi juga agar kedua tangan sudah saling menggenggam, kedua pasang kaki jalan beriringan mereka bisa saling menopang dan bermaraton hingga garis finish terdepan.

Bayangkan saja apabila salah satu dari keduanya kurang dalam keilmuan akan agama, minim pengetahuan parenting dan cara mendidik atau bahkan hal hal dasar keislaman masih awam. Bagaimana mereka berdua mampu menyatukan Langkah? Terlebih lagi kalau sang laki laki sendiri yang memiliki banyak PR itu. yah, walaupun mungkin ini tidak berlaku pada dua sejoli yang saling jujur, dan bersama sama menginginkan perubahan.

Yang seharusnya dengan pernikahan Langkah menjadi kuat, pijakan semakin mantap, justru goyah dan bimbang yang didapat. Yang seharusnya visi sudah bersatu dan misi mendidik anak sudah dituju, justru pasangannya sendiri yang harus terus difokuskan dalam Pendidikan, alhamdulillah kalau masih bisa berubah, bagaimana jika hati telah membatu, malas sudah membekukan sendi sendi semangat untuk terus belajar. Bukan lagi dari titik nol mereka berjuang, tapi dari minus sekian digit. Dan itu sungguh merepotkan.

Tanyakan saja pada para Murabbi senior yang membimbing anak-anak dalam satu kamar, mana yang dipilih; Bersama partner yang kurang bersinergi atau lebih baik sendiri?

Jangan mulai dari nol, karena tugas kita jauh lebih Panjang, menuntut ekstra pengorbanan dan sungguh berat serta melelahkan. Jangan sampai ditambah melelahkan lagi dengan beban yang tidak seharusnya dibawa.

Maka tuntutlah kewajiban diri, terus perhatikan otak dan akal apakah telah terilmui, serta awasi terus hati apakah sudah tercelupi oleh celupan keimanan yang selalu terbaharui?

Jika belum, terus intropeksi diri, jangan terburu buru mencari, karena hanya akan berujung pada ujungnya si doi nanti akan menyesal atau kau juga akan putus asa serta hilang sabar diri.

Jadilah seperti Said bin Musayyib yang pernikahannya adalah jalan pintasnya menuju keilmuan dunia, karena sang istri adalah putri dari kaset berjalan dimuka bumi yang tidak pernah berhenti memutarkan rekaman rekaman Nabawi, dialah Abu Hurairah.

Seperti keromantisan cinta Najmuddin Ayyub dengan sang Wanita sederhana dari tepian kota, yang dipertemukan kerena sebuah visi dengan satu makna, mendidik anak yang kelak akan menjadi pembebas Baitul Maqdis.


Komentar